Kamis, 17 Januari 2013

PEMBERDAYAAN ANAK JALANAN

 A.    Pendahuluan
Beberapa tahun terakhir ini, di Indonesia, perhatian sebagian warga masyarakat terhadap kehidupan anak-anak makin meningkat. Hal ini didorong oleh rasa kemanusiaan dan kondisi anak yang makin terpuruk. Kini, sosok anak-anak di Indonesia tampil dalam kehidupan yang kian tak menggembirakan. Hal itu tampak dari kian meningkatnya jumlah anak jalanan.
Kondisi anak-anak yang kian terpuruk hanya teramati dari tampilan fisiknya saja. Padahal di balik tampilan fisik itu ada kondisi yang memprihatinkan, bahkan kadang-kadang lebih dahsyat. Kondisi ini disebabkan oleh makin rumitnya krisis di Indonesia : krisis ekonomi, hukum, moral, dan berbagai krisis lainnya.
Konvensi hak anak-anak yang dicetuskan oleh PBB (Convention on the Rights of the Child), sebagaimana telah diratifikasi dengan Keppres nomor 36 tahun 1990, menyatakan, bahwa karena belum matangnya fisik dan mental anak-anak, maka mereka memerlukan perhatian dan perlindungan.
B.  Latar Belakang Anak Jalanan
Berkaitan dengan anak jalanan, umumnya mereka berasal dari keluarga yang pekerjaannya berat dan ekonominya lemah. Anak jalanan tumbuh dan berkembang dengan latar kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, dan hilangnya kasih sayang, sehingga memberatkan jiwa dan membuatnya berperilaku negatif.
Mereka itu ada yang tinggal di kota setempat, di kota lain terdekat, atau di propinsi lain. Ada anak jalanan yang ibunya tinggal di kota yang berbeda dengan tempat tinggal ayahnya karena pekerjaan, menikah lagi, atau cerai. Ada anak jalan yang masih tinggal bersama keluarga, ada yang tinggal terpisah tetapi masih sering pulang ke tempat keluarga, ada yang sama sekali tak pernah tinggal bersama keluarganya atau bahkan ada anak yang tak mengenal keluarganya.
C. Kegiatan Anak Jalanan
Menurut M. Ishaq (2000), ada tiga ketegori kegiatan anak jalanan, yakni : (1) mencari kepuasan; (2) mengais nafkah; dan (3) tindakan asusila.
Kegiatan anak jalanan itu erat kaitannya dengan tempat mereka mangkal sehari-hari, yakni di alun-alun, bioskop, jalan raya, simpang jalan, stasiun kereta api, terminal, pasar, pertokoan, dan mall.
C.    Faktor-faktor yang Menyebabkan Anak Menjadi Anak Jalanan
Keadaan kota mengundang maraknya anak jalanan. Kota yang padat penduduknya dan banyak keluarga bermasalah membuat anak yang kurang gizi, kurang perhatian, kurang pendidikan, kurang kasih sayang dan kehangatan jiwa, serta kehilangan hak untuk bermain, bergembira, bermasyarakat, dan hidup merdeka, atau bahkan mengakibatkan anak-anak dianiaya batin, fisik, dan seksual oleh keluarga, teman, orang lain lebih dewasa.
Di antara anak-anak jalanan, sebagian ada yang sering berpindah antar kota. Mereka tumbuh dan berkembang dengan latar kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, dan hilangnya kasih sayang, sehingga memberatkan jiwa dan membuatnya berperilaku negatif.
Seorang anak yang terhempas dari keluarganya, lantas menjadi anak jalanan disebabkan oleh banyak hal. Penganiayaan kepada anak merupakan penyebab utama anak menjadi anak jalanan. Penganiayaan itu meliputi mental dan fisik mereka. Lain daripada itu, pada umumnya anak jalanan berasal dari keluarga yang pekerjaannya berat dan ekonominya lemah.
D.    Pemberdayaan Anak Jalanan
Masyarakat yang berdaya adalah mereka yang memperoleh pemahaman dan mampu mengawasi daya-daya sosial, ekonomi, dan politik sehingga harkat dan martabatnya meningkat.
Lebih jauh, Kindervatter (1979 : 13) mendefinisikan pemberdayaan atau empowering sebagai "people gaining an understanding of and control over social, economic, and/or political forces in order to improve their standing in society".
Anak jalanan adalah anak yang terkategori tak berdaya. Mereka merupakan korban berbagai penyimpangan dari oknum-oknum yang tak bertanggung jawab. Untuk itu, mereka perlu diberdayakan melalui demokratisasi, pembangkitan ekonomi kerakyatan, keadilan dan penegakan hukum, partisipasi politik, serta pendidikan luar sekolah.
Anak jalanan, pada hakikatnya, adalah "anak-anak", sama dengan anak-anak lainnya yang bukan anak jalanan. Mereka membutuhkan pendidikan. Pemenuhan pendidikan itu haruslah memperhatikan aspek perkembangan fisik dan mental mereka. Sebab, anak bukanlah orang dewasa yang berukuran kecil. Anak mempunyai dunianya sendiri dan berbeda dengan orang dewasa. Kita tak cukup memberinya makan dan minum saja, atau hanya melindunginya di sebuah rumah, karena anak membutuhkan kasih sayang. Kasih sayang adalah fundamen pendidikan. Tanpa kasih, pendidikan ideal tak mungkin dijalankan. Pendidikan tanpa cinta menjadi kering tak menarik.
Dalam mendidik anak, ibu dan ayah harus sepaham. Mereka harus bertindak sebagai sahabat anak, kompak dengan guru, sabar sebagai benteng perlindungan bagi anak, menjadi teladan, rajin bercerita, memilihkan mainan, melatih disiplin, mengajari bekerja, dan meluruskan sifat buruk anaknya (misalnya : berkata kotor, berkelahi, suka melawan, pelanggaran sengaja, mengamuk, keras kepala, selalu menolak, penakut, manja, nakal).
Keluarga yang ideal dan kondusif bagi tumbuh-kembangnya anak, sangat didambakan pula oleh anak-anak jalanan. Keluarga ideal bagi tumbuh kembang anak itu dapat digambarkan sebagai berikut :
Pendidikan, pada prinsipnya, hendaknya mempertahankan anak yang masih sekolah dan mendorong mereka melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu, juga memfasilitasi anak yang tak lagi bersekolah ke program pendidikan luar sekolah yang setara dengan sekolah. Program itu antara lain berupa : Kejar Paket A dan Kejar Paket B yang merupakan program pendidikan setara SD/SLTP dan pelatihan-pelatihan.
Khusus untuk anak jalanan, menurut Ishaq (2000), pendidikan luar sekolah yang sesuai adalah dengan melakukan proses pembelajaran yang dilaksanakan dalam wadah "rumah singgah" dan PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat), yaitu : anak jalanan dilayani di rumah singgah, sedangkan anak rentan ke jalan dan orang dewasa dilayani dalam wadah PKBM.
Rumah singgah dan PKBM itu dipadukan dengan-sekaligus menerapkan-pendekatan kelompok dan CBE (Community Based Education, pendidikan berbasis masyarakat) serta strategi pembelajaran partisipatif dan kolaboratif (participative and collaborative learning strategy).
Program pendidikan yang terselenggara itu, antara lain, dapat berupa : Kejar Usaha; Kejar Paket A (setara SD); Kejar Paket B (setara SLTP); bimbingan belajar; Diktagama (pendidikan watak dan dialog keagamaan); Latorma (pelatihan olahraga dan bermain); Sinata (sinauwisata); Lasentif (pelatihan seni dan kreativitas); Kelompok Bermain; Kampanye KHA (Konvensi Hak Anak-anak); FBR (forum berbagi rasa); dan pelatihan Taruna Mandiri (M. Ishaq, 2000 : 371).
Materi pembelajarannya mencakup : agama dan kewarganegaraan; calistung (membaca-menulis-berhitung); hidup bermasyarakat; serta kreativitas dan wirausaha.
Prestasi belajar dan keberhasilan program dievaluasi dengan tahapan self-evaluation berikut : (1) penetapan tujuan belajar; (2) perumusan kriteria keberhasilan belajar; (3) pemantauan kegiatan belajar; serta (4) penetapan prestasi belajar dan keberhasilan program.
Hasil evaluasi itu diungkapkan pada akhir masing-masing kegiatan melalui laporan lisan atau tertulis. Hasil evaluasi kegiatan belajar insidental dilaporkan secara lisan atau ditempel pada papan pengumuman yang terdapat di rumah singgah atau PKBM, sedangkan hasil evaluasi kegiatan belajar berkesinambungan dilaporkan melalui buku raport. Adapun keberhasilan program diungkapkan secara berkala : harian, mingguan, bulanan, dan tahunan.
E.     Penutup
Jadi, upaya pemberdayaan kepada anak-anak jalanan seyogyanya terus digalakkan melalui berbagai penyelenggaraan program pendidikan luar sekolah (misalnya : Kejar Paket A, Kejar Paket B, Kejar Usaha, bimbingan belajar dan ujian persamaan, pendidikan watak dan agama, pelatihan olahraga dan bermain, sinauwisata, pelatihan seni dan kreativitas, kampanye, forum berbagi rasa, dan pelatihan taruna mandiri).
Penyelenggaraan program tersebut seyogyanya menerapkan partisipasi/kolaborasi maksimal, yaitu melibatkan berbagai pihak secara lintas sektoral, lintas disiplin ilmu, dan lintas kawasan dalam kerjasama secara maksimal, baik para akademisi maupun praktisi.
Anak jalanan masih berpeluang untuk mengubah nasibnya melalui belajar; karena itu perlu menggali sumber atau pendukung program. Agar anak-anak jalanan mau mengikuti program, maka sumber belajar harus bersikap empati dan mampu meyakinkan kepada mereka, bahwa program pendidikan tersebut benar-benar mendukung pengembangan diri mereka. Untuk itu, penguasaan terhadap karakteristik dan kebutuhan belajar anak-anak jalanan akan sangat membantu para sumber belajar untuk bersikap empati kepada mereka.

Rabu, 16 Januari 2013

Kata-kata Mutiara

1. aku mengenalmu lewat jiwa, bukan melalui mata.
akupun menjadikan mu kekasih lewat hati, bukan melalui mata.
ku tak tau seperti apa aku dalam pandangan hidup mu.
tapi yang aku tau meski dengan keterbatasan ku berbalut kekurangan ku,
aku menulis namamu dihatiku sejak awal aku melihat senyum mu.

2. tuhan jika suatu saat tugas ku telah selesai, 
ku serahkan dia padamu, mungkin engkau akan memberikan dia orang yang lebih mengerti dan bisa membuatnya bahagia.
tapi tolong lindungi dia ketika penjagaan ku tak bisa lagi sampai kepadanya.
kuatkan aku Tuhan.
ku hanya ingin melihat dia bahagia meski tanpa aku, aku tak mau melihat dia sedih dan mengeluarkan air mata, walaupun aku sering membuatnya kecewa.

3. dalam hidup tak ada jaminan untuk terus bahagia,
 tak ada kepastian untuk melihat semuanya indah,
 terkadang orang akan terlempar dari kehidupan yang nyaman itu, dan itu pasti kita rasakan.

4. kita memang hidup pada sekap" , kemewahan, kebahiaan, keindahan, kenyamanan,.
tetapi ketika lebel kita di cabut kita bukan lagi siapa", takkan ada lagi yang mengganggap kita.

5. aku tidak butuh orang sempurna untuk mendampingiku, aku hanya ingin orang yang mau menjadi pelengkap kekuranganku, membuat aku merasa ada, membuat aku tersenyum, dan mengatakan "aku beruntung memilikinya"

6. ahli filsafat berkata : bodoh, kamu tak perlu sedih, karena yang seharusnya sedih itu adalah dia.
orang itupun bertanya : mengapa dia yang harus bersedih, kan dia yang meninggalkan aku?
ahli filsafat menjawab : karena kamu hanya kehilangan orang yang tak mencintaimu, tapi dia kehilangan orang yang sangat mencintainya.

Minggu, 13 Januari 2013

Metode Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia


METODE PELATIHAN


A. On the Job Training :

On the job training adalah metode yang sudah sangat popular dalam dunia pelatihan karyawan. OJT sendiri secara definisi adalah melatih seseorang untuk mempelajari pekerjaan sambil mengerjakanya (Gary Dessler,2006:285). Pelatihan yang diberikan pada saat karyawan bekerja. Sambil bekerja seperti biasa, karyawan memperoleh pelatihan, sehingga dapat memperoleh umpan balik secara langsung dari pelatihnya (Handoko, 1989). Dilakukan oleh semua perusahaan, terutama untuk karyawan baru s/d karyawan yang berpengalaman. Keuntungannya: relatif tidak mahal, peserta pelatihan bisa belajar sambil tetap menjalankan proses produksi, tidak perlu ruang kelas khusus.

Bentuk pelatihan on the job training :
• Coaching/pendampingan: karyawan dibimbing, diarahkan oleh atasan / supervisor / karyawan lain yang lebih berpengalaman. Hungan mereka serupa dengan hubungan karyawan- tutor. Cara ini akan berjalan efektif apabila periode selama bimbingan dan umpan balik diperpanjang.

• Rotasi pekerjaan: peserta pelatihan ditugaskan untuk berpindah dari satu bagian ke bagian pekerjaan yang lain dalam satu perusahaan, dengan interval yang terencana, sehingga diperoleh pengalaman kerja. Cara ini umum dipakai dalam melatih manajer dengan level manajerial apapun juga.

• Magang/apprenticeship training: merupakan pembelajaran bagi karyawan baru kepada karyawan lama yg lebih berpengalaman.

• Pelatihan Instruksi Jabatan (Job Instruction Training): diberikan untuk pekerjaan yang terdiri dari urutan langkah-langkah yang logis. Semua langkah perlu ditata dalam urutan yang tepat. Petunjuk pengerjaan diberikan secara langsung pada pekerjaan yang sedang dilakukan. Contoh sederhana: mengoperasikan mesin pintal benang.

• Planned progression yaitu pemindahan karyawan dalam salura-saluran yang telah ditentukan melalui tingkatan-tingkatan organisasi yang berbeda-beda.

• Penugasan sementara

• Sistem penilaian prestasi formal



B. Off the Job Training:

Teknik pelatihan yg dilakukan di luar waktu kerja, dan berlangsung di lokasi jauh dari tempat kerja, agar perhatian peserta lebih terfokus. Peserta pelatihan menerima presentasi tentang aspek tertentu, kemudian mereka diminta memberikan tanggapan sebagaimana dalam kondisi yang sebenarnya. Dalam teknik ini juga digunakan metode simulasi.

Keuntungan Off the Job Training :

• Trainer/ Instruktur harus lebih trampil dalam mengajar, karena tidak ada tuntutan pekerjaan yang lain.

• Trainee/ karyawan terhindar dari kekacauan dan tekanan situasi kerja, sehingga mampu konsentrasi lebih baik/ lebih terfokus perhatiannya.

• Tidak mengganggu proses produksi yang sedang berjalan di perusahaan.

• Waktu dan perhatian lebih memadai

Simulasi

a. Studi Kasus

b. Role Playing

c. Business game

d. Balai Pelatihan (Vestibule Training): Merupakan alternatif untuk mengatasi kekurangan pada metode pelatihan di tempat kerja (on the job). Jenis pekerjaan yang dilatih adalah sama dengan pelatihan di tempat kerja. Cocok digunakan bila jumlah peserta pelatihan melebihi kemampuan supervisior lini.

e. Laboratorium: di mana seseorang belajar menjadi lebih sensitif terhadap orang lain,lingkungan dan sebagainya

f. Program Pengembangan Eksekutif: di mana para manajer berpartisipasi dalam program-program yang di buka untuk umum melalui penggunaan alias kaskus,simulasi,dan metode pengajaran lainya.

Ceramah

a. Kuliah

b. Program Instruksi

c. Self Study

d. Analisis Transaksional

e. Presentasi video

f. Konfrensi

Selasa, 08 Januari 2013

Pengertian Wirausaha


Wiraswasta berasal dari bahasa Sansekerta, terdiri dari tiga suku kata : “wira“, “swa“, dan “sta“. Wira berarti manusia unggul, teladan, tangguh, berbudi luhur, berjiwa besar, berani, pahlawan, pionir, pendekar/pejuang kemajuan, memiliki keagungan watak. Swa berarti sendiri, dan Sta berarti berdiri.
Wiraswasta bersrti sifat-sifat keberanian, keutamaan, dan keteladanan dalam mengambil resiko yang bersumber pada kemampuan sendiri.
Jadi, artinya adalah manusia yang berani, perkasa dan mampu memenuhi kebutuhannya serta permasalahan hidup dengan kekuatan sendiri

Wirausaha dari segi etimologi berasal dari kata wira dan usaha. Wira, berarti pejuang, pahlawan, manusia unggul, teladan, berbudi luhur, gagah berani dan berwatak agung. Usaha, berarti perbuatan amal, berbuat sesuatu.

Kewirausahaan adalah suatu kemampuan (ability) dalam berfikir kreatif dan berperilaku inovatif yang dijadikan dasar, sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat dan proses dalam menghadapi tantangan hidup. (Soeparman Spemahamidjaja, 1977).

PERBEDAAN WIRAUSAHA DAN WIRASWASTA :
1.   Wirausaha: lebih menekankan pada jiwa, semangat, kemudian diaplikasikan dalam segala aspek kehidupan

Wiraswasta: lebih fokus pada obyek, ada usaha yang mandiri.

 2. Wiraswasta : hanya memiliki kemampuan untuk mengelola berbagai sumber - sumber yang ada
Wirausaha : mampu berpikir kreatif dan inovatif untuk memanfaatkan sumber - sumber yang ada untuk mencapai kesuksesan/tujuan
3. Wiraswasta : hanya menjalankan suatu tindakan
Wirausaha : sudah ada proses yang tidak hanya biasa - biasa saja atau sederhana tetapi harus ada ide - ide atau peluang yang tidak lazim atau tidak biasa atau tidak pernah ataupun belum dikerjakan oleh orang lain.

pemberdayaan anak jalanan

PEMBERDAYAAN ANAK JALANAN MELALUI PELATIHAN BERMUSIK PADA SENTRA KREATIVITAS PEMUDA (SKREAP) DI KECAMATAN SOREANG KABUPATEN BANDUNG 044089

Setiap anak jalanan berhak mendapat kesempatan mengembangkan potensi diri melalui pelatihan sebagai modal dasar dalam mengembangkan pengetahuan dan kemampuan yang dimilikinya dengan mengikuti pelatihan tersebut dapat membantu menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi baik menyangkut masalah pribadi, keluarga, dan masalah-masalah yang menyangkut masa depan hidupnya. Dengan adanya pelatihan bagi anak jalanan merupakan cara untuk memberdayakan potensi yang dimilikinya. Berdasarkan latar belakang diatas maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : Bagaimana pemberdayaan pada pelatihan bermusik untuk anak jalanan di SKREAP Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung.
Penelitian ini bertujuan untuk : (1). Mengungkapkan data tentang gambaran proses pemberdayaan anak jalanan melalui pelatihan bermusik yang diselenggarakan oleh SKREAP di Soreang Kabupaten Bandung (2). Mengungkapkan data tentang pemanfaatan hasil pemberdayaan anak jalanan melalui pelatihan bermusik yang diselenggarakan oleh SKREAP di Soreang Kabupaten Bandung (3). Mengungkapkan data tentang faktor-faktor pendukung dan penghambat pemberdayaan anak jalanan melalui pelatihan bermusik yang diselenggarakan oleh SKREAP di Soreang Kabupaten Bandung .
Konsep yang digunakan pada penelitian antara lain konsep anak jalanan, konsep pemberdayaan serta konsep pelatihan sebagai pendekatan proses pemberdayaan.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan alat pengumpulan data utama angket di dukung dengan alat pengumpulan data lain seperti pedoman observasi, pedoman wawancara, studi literatur dan studi dokumentasi. Sedangkan populasi penelitian yaitu anak jalanan yang berjumlah 20 orang dengan teknik penarikan sample total. Teknik pengolahan data dengan menggunakan prosentase (statistik elementer).
Berdasarkan analisis data diperoleh hasil penelitian sebagai berikut, 1) Proses pemberdayaan sebagai upaya pemberian motivasi agar anak jalanan memiliki kepercayaan diri terhadap potensi yang dimilikinya, serta timbulnya kesadaran bahwa dengan keterampilan yang dimilikinya dapat meningkatkan taraf hidupnya, 2) Hasil pemberdayaannya setelah mengikuti kegiatan pelatihan bermusik warga belajar cukup mengetahui berbagai hal tentang musik. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk pemanfaatan hasil pemberdayaan anak jalanan melalui pelatihan bermusik berkaitan dengan aspek pengetahuan, 3) Faktor penghambatnya antara lain: faktor lingkungan tempat tinggal yang kurang mendukung, kesehatan dan kejenuhan pada warga belajar, fasilitas yang kurang memadai. Sedangkan faktor pendukungnya yaitu keyakinan warga belajar yang menyatakan bahwa dengan mengikuti pelatihan bermusik ini, mereka akan mendapatkan peningkatan terhadap pendapatan. Penyelenggara yang melakukan pembinaan setelah pelaksanaan kegiatan pelatihan ini menumbuhkan motivasi warga belajar untuk memanfaatkan hasil pelatihan bermusik ini dengan mempraktekan keterampilan bermusik di lingkungan sekitar mereka. Memperlihatkan pada masyarakat, bahwa anak jalanan mampu merubah kualitas hidupnya, sehingga warga belajar mampu mendapatkan penghasilan dari keterampilan bermusik tersebut.

Jumat, 04 Januari 2013

Kumpulan Judul Skripsi PLS

1. PENGELOLAAN PEMBELAJARAN PADA LEMBAGA KURSUS DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI PESERTA DIDIK

2. PERANAN ORANG TUA DALAM MENINGKATKAN KREATIVITAS ANAK USIA DINI MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL

3. PEMBERDAYAAN ANAK JALANAN MELALUI PELATIHAN BERMUSIK PADA SENTRA KREATIVITAS PEMUDA

4. PEMBERDAYAAN PEMUDA MELALUI PROGRAM PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP (LIFE SKILLS)

5. MENGEMBANGKAN KREATIVITAS ANAK USIA DINI MELALUI LAGU PADA KELOMPOK BERMAIN

6. PERAN PENGELOLA LEMBAGA PENDIDIKAN KURSUS KOMPUTER DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BERWIRAUSAHA WARGA BELAJAR 

7. PENGELOLAAN PELATIHAN KOMPUTER DALAM MENUMBUHKAN SIKAP KEWIRAUSAHAAN

8. PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP PENGOLAHAN MAKANAN TRADISIONAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERWIRAUSAHA

9. MOTIVASI ORANG TUA DALAM MENGIKUTI LAYANAN TAMAN PENITIPAN ANAK (TPA) BAGI ANAK USIA DINI

10. PROSES PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEAKSARAAN BERBASIS KELUARGA